Selasa, 10 November 2009

Menguji Efektivitas Self Talk

Review atas artikel:
Belief in Self Talk adn Dynamic Balance Performance
Kaori Araki, dkk.

Masukkan Energi Positif

Masukkan Energi Positif

Dalam banyak literatur, hubungan antara self talk dan penampilan sudah banyak dibahas. Hasilnya, Self talk memang membantu para atlet untuk tampil maksimal seiring dengan kemampuan atletis mereka. Penelitian-penelitian itu antara lain menemukan bahwa atlet-atlet olimpiade serta para pemain tim nasional menggunakan self talk sebagai strategi pembangun motivasi (Hardy, Gammage, & Hall, 2005), self talk untuk mempercepat penguasaan keterampilan (Landin & Hebert, 1999), untuk mengontrol fokus perhatian (Gould, Eklund, & Jakcson, 1992), dan untuk meningkatkan rasa percaya diri (Landin & Hebert, 1983).

Definisi self talk sendiri adalah sebuah fenomena multidimensi yang berkaitan dengan verbalisasi yang dilakukan oleh atlet yang ditujukan pada diri mereka sendiri (Hardy, hall, & Hardy, 2005). Secara sederhana self talk adalah berbicara pada dirinya sendiri. Hampir setiap saat seseorang melakukan apa yang disebut dengan self talk ini, baik dalam bentuk yang posisif maupun negatif. Self talk yang positif adalah ucapan-ucapan yang positif kepada diri sendiri sepert “kamu mampu mengatasi lawan”, “pecahkan rekormu sendiri”, dan sebagainya. Sedang self talk negatif adalah ucapan-ucapan yang mengandung unsur ketidakpercayaan diri seperti, “Duh, kok lawan tampil hebat ya?”, “Aku pasti kalah”, dan sebagainya.

Penelitian yang dilakukan oleh Araki, dkk., ini mencoba mencari tahu seberapa efektif self talk terhadap penampilan seorang atlet. Penelitan eksperimental ini dilakukan kepada 125 pelajar. Mereka harus mengisi dua buah questionnaire, yakni Belief in Self-Talk Questionnaire serta Type of Self-Talk Questionnaire. Kuesiner pertama bertujuan melihat seberapa besar keyakinan subjek terhadap teknik Self-Talk, sedang kuesioner kedua bertujuan untuk melihat jenis-jenis Self-Talk yang digunakan dan diberikan sebelum dan sesudah subjek melakukan aktivitas keseimbangan dalam alat yang bernama Stabilometer.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek yang mempunyai skor tinggi dalam Belief of Self Talk Questionnaire mampu menjaga keseimbangan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan subjek yang tidak begitu tinggi dalam mengisi kuesioner serupa. Temuan lain adalah tipe-tipe self talk yang paling sering dipakai adalah kategori Fokus (85 %), kemudian Instruksional (65%), Motivasional (50%), menenangkan (49%), performance worry (26%), keraguan pada diri(15%), dan frustrasi (14%).

Dari penelitian tersebut bisa dilihat bahwa Self-Talk masih efektif untuk meningkatkan kualitas penampilan. Hal ini menguatkan bahwa Self-Talk menjadi salah satu metode yang harus dilatihkan kepada para atlet dalam mencapai prestasi yang tertinggi. Alasan dasarnya adalah Self-Talk mengajari seseorang untuk selalu waspada dan berpikiran positif terhadap diri sendiri. Ketika seorang atlet sudah mulai ragu dengan penampilannya, dan mulai mengatakan hal-hal yang negatif berkaitan dengan diri dan kemampuan dirinya, maka kemampuan potensial atlet tersebut dengan sendirinya akan berkurang. Efeknya, kepercayaan diri, motivasi akan menurun dan keraguan serta kecemasan akan meningkat.

Pemilihan tipe-tipe self talk juga sangat mempengaruhi penampilan. Untuk itulah, proses pengajaran self talk harus benar-benar terfokus sehingga bisa menambal kekurangan seorang atlet dalam hal kualitas mental. Seorang atlet yang mempunyai kecenderungan lemah dalam hal motivasi, maka dia harus diajarkan untuk melakukan self talk yang bersifat motivasional, begitu juga dengan atlet yang kurang dalam mengatasi kecemasan atau rasa kuatir, maka atlet tersebut harus banyak diajak untuk melatih self talk calming (menenangkan).


disadur dari : psikologiolahraga.wordpress.com

Selasa, 03 November 2009

Kita dan Pikiran Kita

Dengan kata lain, kemungkinan besar kita tidak pernah benar-benar memutuskan sesuatu secara intelektual. Otak kita yang membuat keputusan tersebut, bukan pikiran ataupun kesadaran kita. Kita tidak memiliki kebebasan berlogika dan berpikir seperti yang kita duga, melainkan sekedar mengikuti apa yang otak fisik kita sudah programkan. Itu sebabnya Anda kadang pernah kebingungan mengapa bisa terjerumus ke sebuah situasi yang sebenarnya merugikan atau berakibat negatif.

Coba telusuri konflik dan kondisi-kondisi sulit yang sedang Anda jalani sekarang. Apakah Anda bertindak sesuai dengan kesadaran dan pikiran yang sehat, atau hanya mengikuti emosi, insting dan impuls-impuls mentah yang dikalkulasikan oleh otak Anda?

Apakah kita sudah selalu sadar sesadar-sadarnya dalam bertindak, atau cenderung mengijinkan diri dikendarai oleh program tubuh kita? Beranikah kita mengakui bahwa, sesuai studi di atas, kita seringkali bertindak di luar kontrol kesadaran, di luar logika sehat, bahkan menjadi budak gangguan jiwa dan trauma?




Di sadur dari http://lexdepraxis.wordpress.com/